Jumat, 15 Januari 2010

pembelajaran kontekstual

5) Pembelajaran Kontekstual

Sumber daya manusia yang semakin maju, maka dunia pendidikan sangat menuntut untuk menciptakan lingkungan belajar yang alamiah sesuai dengan pola pikir siswa. Belajar akan lebih bermakna jika anak “mengalami” sendiri apa yang dipelajarinya, bukan hanya sekedar mengetahuinya saja. Oleh karena itu, melalui pembelajaran kontekstual diharapkan target penguasaan materi akan lebih berhasil dan siswa dapat semaksimal mungkin untuk mengembangkan kompetensinya.

a. Pengertian Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar di mana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat (Nurhadi dan Senduk 2003:13).

Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang menunjukkan kondisi alamiah dari pengetahuan. Melalui hubungan di dalam dan di luar ruang kelas, suatu pendekatan pembelajaran kontekstual menjadikan pengalaman lebih relevan dan berarti bagi siswa dalam membangun pengetahuan yang akan mereka terapkan dalam pembelajaran seumur hidup.

Banyak manfaat yang dapat diambil oleh siswa dalam pembelajaran kontekstual yaitu terciptanya ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan mereka akan lebih bertanggung jawab dengan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan. Siswa akan bekerja keras untuk mencapai tujuan pembelajaran, mereka menggunakan pengalaman dan pengetaBABhuan sebelumnya untuk membangun pengetahuan baru.

Tugas guru dalam pembelajaran kontekstual ini adalah membantu siswa dalam mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja sama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Selain itu guru juga memberikan kemudahan belajar kepada siswa, dengan menyediakan berbagai sarana dan sumber belajar yang memadai. Guru tidak hanya menyampaikan materi pembelajaran yang berupa hapalan, tetapi mengatur lingkungan dan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa untuk belajar. Lingkungan belajar yang kondusif sangat diperlukan, maksudnya belajar dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari “guru akting di depan kelas, siswa menonton” ke “siswa aktif bekerja dan berkarya guru mengarahkan”. Pengajaran harus berpusat pada “bagaimana cara” siswa menggunakan pengetahuan baru mereka sehingga strategi belajar lebih dipentingkan dibandingkan dengan hasilnya.

Guru bukanlah sebagai yang paling tahu, melainkan guru harus mendengarkan siswa-siswanya dalam berpendapat mengungkapkan ide atau gagasan yang dimiliki oleh siswa. Guru bukan lagi sebagai penentu kemajuan siswa-siswanya, tetapi guru sebagai seorang pendamping siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Menurut Zahorik (dalam Mulyasa 2006:219) ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam pembelajaran kontekstual yaitu (1) Pembelajaran harus memperhatikan, pengetahuan yang sudah dimiliki oleh peserta didik; (2) Pembelajaran dimulai dari keseluruhan menuju bagian-bagiannya secara khusus; (3) Pembelajaran harus ditekankan pada pemahaman, dengan cara : menyusun konsep sementara, melakukan sharing untuk memperoleh masukan dan tanggapan dari orang lain, merevisi dan mengembangkan konsep; (4) Pembelajaran ditekankan pada upaya mempraktekkan secara langsung apa-apa yang dipelajari; (5) Adanya refleksi terhadap strategi pembelajaran dan pengembangan pengetahuan yang dipelajari.

Pendekatan kontekstual maksudnya adalah suatu konsep belajar di mana menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan keluarga dan masyarakat. Hasil pembelajaran diharapkan akan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan dalam kehidupan jangka panjang (Nurhadi dan Senduk 2003:4).

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang menekankan pada keterkaitan antara materi pembelajaran dengan dunia kehidupan peserta didik secara nyata, sehingga para peserta didik mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensi hasil belajar dalam kehidupan sehari-hari. Melalui proses penerapan kompetensi dalam kehidupan sehari-hari, peserta didik akan merasakan pentingnya belajar, dan mereka akan memperoleh makna yang mendalam terhadap apa yang mereka pelajari.

Pembelajaran kontekstual ini memungkinkan proses belajar yang tenang dan menyenangkan, karena pembelajaran dilakukan secara alamiah, sehingga peserta didik dapat mempraktekkan secara langsung apa yang telah mereka pelajari.

Pembelajaran kontekstual mendorong siswa untuk memahami hakikat, makna, dan manfaat belajar, sehingga memungkinkan mereka rajin, dan termotivasi untuk senantiasa belajar, bahkan kecanduan untuk belajar. Kondisi ini akan terwujud, ketika siswa menyadari tentang apa yang mereka perlukan untuk hidup, dan bagaimana cara untuk menggapainya.

b. Komponen Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran kontekstual mempunyai tujuh komponen utama pembelajaran, diantaranya yaitu (1) kontruktivisme (contructivism), (2) bertanya (questioning), (3) menemukan (inquiry), (4) masyarakat belajar (learning community), (5) pemodelan (modeling), (6) refleksi (reflection), dan (7) penilaian sebenarnya (authentic assessement).

Kontruktivisme (contructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit). Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide. Siswa harus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Esensi dari teori konstruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan mentransformasikan satu informasi komplek ke situasi lain, dan apabila dikehendaki, informasi itu menjadi milik sendiri.

Bertanya (questioning) adalah suatu strategi yang digunakan secara aktif oleh siswa untuk menganalisis dan mengeksplorasi gagasan-gagasan. Bertanya merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing dan menilai keterampilan berpikir siswa. Hal ini merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan pada aspek yang belum diketahuinya.

Menemukan (inquiry) merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengikat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Dalam inkuiri terdiri atas siklus yang mempunyai langkah-langkah antara lain (1) merumuskan masalah, (2) mengumpulkan data melalui observasi, (3) menganalisi dan menyajikan hasil tulisan, gambar, laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya, (4) mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca, teman sekelas, atau audiens yang lain.

Masyarakat belajar (learning community), hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antarteman, antarkelompok, dan antarmereka yang tahu ke mereka yang sebelum tahu. Dalam masyarakat belajar, anggota kelompok yang terlibat dalam kegiatan masyarakat memberi informasi yang diperlukan oleh teman bicaranya dan juga meminta informasi yang diperlukan dari teman bicaranya.

Pemodelan (modeling) yaitu dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Pemodelan pada dasarnya membahasakan gagasan yang dipikirkan, mendemonstrasikan bagaiman guru menginginkan para siswanya untuk belajar, dan melakukan apa yang guru inginkan agar siswa-siswanya melakukan. Pemodelan dapat berbentuk demonstrasi, pemberian contoh tentang konsep atau aktivitas belajar.

Refleksi (reflection) adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu. Refleksi merupakan gambaran terhadap kegiatan atau pengetahuan yang baru saja diterima. Kunci dari itu semua adalah, bagaimana pengetahuan mengendap dibenak siswa. Siswa mencatat apa yang sudah dipelajari dan bagaimana merasakan ide-ide baru.

Penilaian yang sebenarnya (authentic assessement), merupakan prosedur penilaian pada pembelajaran konekstual yang memberikan gambaran perkembangan belajar siswanya. Assessement adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Jika data yang dikumpulkan oleh guru mengidentifikasi bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan tepat agar siswa terbebas dari kemacetan tersebut.

Melalui penelitian ini, peneliti mencoba untuk menerapkan pembelajaran kontekstual komponen pemodelan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis paragraf deskripsi dengan menggunakan teknik objek langsung.

0 komentar:

Posting Komentar

 

penjahat baik hati Copyright © 2009 WoodMag is Designed by Ipietoon.